Revitalisasi Organisasi Melalui Peraturan Pimpinan Cabang
Oleh : Hasan Malawi*
Organisasi, butuh pembagian peran yang merujuk pada aturan dan nilai yang dibangun, sehingga ada batas dan koridor yang tersepakati menjadi satuan nilai kolektif.
Teori-teori mendasar tentang organisasi ialah selalu berkutat pada suatu sistem aktivitas koperatif antara dua orang atau lebih dengan mendorong, melibatkan orang-orang ke dalam aktivitas kerjasama untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan, dengan penekanan ideologi sebagai perangkat dasar serta kerja-kerja pengorganisasian sebagai manifestasi atas pembagian peran dalam mengelompokan, menyusun dan mengatur berbagai macam pekerjaan yang perlu diselenggarakan untuk mencapai tujuan dan kemajuan.
Disamping itu, organisasi yang maju bukan saja terletak pada individu-individu didalamnya memiliki pandangan maju, pengalaman mendalam serta ketepatan menyusun dan mengambil kebijakan strategis dalam membaca setiap peluang yang muncul tapi juga kemajuan organisasi ditenggarai dengan reformulasi regulasi, tata-aturan yang kontekstual yang mampu menyerap berbagai aspirasi dan kegelisahan dari banyaknya persoalan serta menjadi pijakan untuk mengaktualisasikan langkah-langkah progresif kedepanya. Jadi semakin taat dan patuh setiap anggota dan kadernya dalam mengamalkan PO, PD-PRT menjadikan kesadaran berorganisasi menguat dari berbagai sektor, inilah yang saya pahami sebagai kesadaran transformatif di IPNU, proses yang menjembatani peningkatan kapasitas tersebut digerakan melalui kesadaran struktural.
Praksisnya, setiap anggota yang baru bergabung biasanya ingin mengetahui terlebih dahulu aturan, batas-batas serta mekanisme organisasi, pemahaman seperti ini menyeimbangkan teori dan pengalaman selama berproses diorganisasi. Sehingga tahapan untuk mencapai kesadaran struktural itu biasanya dimulai dari kesadaran ideologi, sosio-kultural dan keberpihakan kelas, tapi semuanya tidak cukup tanpa menguasai dan menjalankan aturan-aturan yang sudah dibuat.
Hal ini kemudian menjadi Ikhtiar oleh PC IPNU Kabupaten Purworejo yang menyusun PPC “Peraturan Pimpinan Cabang” secara sistematis. Konsistensi ini beranjak dari hasil Rakercab dan diskusi-diskusi intens. Bersama seluruh kepengurusan PC dan PAC serta PK, mereka merumuskan pandangan-pandangan strategis sebagai dinamisator kemajuan gagasan. Hasil dari PPC pun sempat di diskusikan dalam sebuah forum, kebetulan penulis diminta untuk mengupas bagaimana peran-peran PPC, banyak instrumen yang menarik dalam setiap regulasinya, seperti penguatan kapasitas di materi-materi Kaderisasi Makesta-Lakmud, pembasisan PAC”, peningkatan stabilitas organisasi, merekomendasikan muatan kearifan lokal sebagai identitas daerahnya.
Artinya mekanisme organisasi memang tidak lepas dari “Role Of The Law” aturan-aturan hukum yang menjadi kompas organisasi kita. Tanpa itu, peran dan kontribusi kita sebatas ikatan emosional, ikatan politis dan ikatan kepentingan sehingga wajar kalau tidak muncul disiplin organisasi yang kuat sebagai kepanduan yang mendorong daya kritis untuk menggerakan segala macam elemen produktif bagi organisasi.
Dari sekian skema kepemimpinan di IPNU, sepengalaman saya, yang memungkinan mendorong tradisi organisasi berjalan secara sistematis, meliki basis kesadaran struktural kuat dan ikatan emosional mengikat ialah berada pada Pimpinan Cabang. Hal ini wajar adanya, dengan segudang tempaan pengalaman, integritas pengetahuan, bangunan militansi dan loyalitas, secara lingkungan PC memiliki peran penting untuk melahirkan organisatoris.
Disamping itu, dari sekian tingkat Pimpinan, PC menjadi medium organisasi yang memiliki tingkat stabilitas yang cukup baik serta ketahanan akan kompleksifitas persoalan begitu dinamis, menimbang dari resources dan peran lingkungan PC masih memungkinkan setiap Kader dan Anggota untuk melakukan transformasi organisasi secara cepat dan dinamis, artinya bukan mengabaikan bahwa satu level diatasnya tidak mampu mendorong sisi transformatif, tapi ini berkaitan dengan konteks dan referensi organisasi. Di level PW, setiap Kader-kepengurusan dituntut untuk mengeksplorasikan capaian-capaian yang beranjak dari PC,
Pengalaman mengelola PC hasil dari proses mendasar di PAC/PK/PKPT, berbekal relasi-organisasi, jejaring, mentalitas, basis pengetahun pengalaman ini menjadi bekal untuk mengembangkan PW dan mempertajam ketika sudah di PP. Jadi hipotesis sederhana terbentuk apabila ingin memajukan IPNU dalam perangkat organisasinya ialah sejauh mana PP mampu mengkonsolidasikan regulasi dan kebijakan dan menyerap aspirasi dan ekplorasi dari PW, lantas PW mampu membuat pemetaan strategis agar bisa teraktualisasikan kebijakanya menjadi dorongan kemajuan di PC, dan PC mampu mengoperasionalkan perangkat organisasi, merawat Anggota dengan basis pengetahun dan pengalaman, membentuk Kader tangguh sesuai kebutuhan organisasi. Irama inilah yang saya kemukana sebagai “Kesadaran Struktural Organisasi”.
Jadi, keberadaan PPC bukan berarti mereduksi hasil-hasil Kongres, PPW atau bahkan PPP, tapi sebuah regulasi yang disesuaikan dengan kebutuhan cabang setempat, sudah barang tentu, PPC membedah kembali RAN (Rencana Aksi Nasional) RAW (Rencana Aksi Wikayah dan merujuk dari PPW atau PPP. Simpelnya ialah PPC menjadi ekesekutor dari suatu regulasi yang terejawentahkan pada level diatasnya. Bisa dibayangkan kalau suatu PC melahirkan produk PPC yang dinamis dan relevan, dengan hetrogenitas persoalan hasil dari riset dan kajian mendalam kemudian diformulasikan pada agenda organisasi serta berlandaskan referensi memadai dipandu dengan kedalaman perangkat analisis, maka setiap PC akan memiliki corak dan orientasi beragam sebagai khazanah kemajuan nilai-nilai organisasi kita.
IPNU yang hari ini menjadi embrio organisasi bagi Nahdlatul Ulama akan mengorbitkan organisatoris-organisatoris yang mampu melampaui situasi zamanya, kecakapan dan kemampuan memanajemen resources selama berproses menjadi bekal untuk mengelola NU pada skala yang lebih luas, artinya NU sebagai organisasi keagamaan terbesar di dunia dan IPNU sebagai perangkat dasar untuk memasuki gelanggang NU secara struktural punya Kader-kader yang memiliki integritas, kapasitas, kapabilitas dengan komitmen tinggi selalu bisa menawarkan problem solving atas persoalan yang kian hari kian mendesak.
Ada beberapa tahapan dalam berorganisasi dimuali dengan Ideologisasi-penguatan internal-pemberdayaan kapasitas-perluasan pengaruh-inventarisir sumber daya manusia dan sumber daya organisasi-produksi nilai-manajerial akumulasi profit. Pada akhirnya organisasi yang tidak melahirkan organisatoris dipertanyakan cara berorganisasinya. Atau kita berorganisasi untuk apa, bagi siapa dan berkepentingan apa. Tidak ada yang bebas nilai, semua teknik dan methode pengorganisiran hasil dari perjumpaan teori dan lapangan, perhitungan antara keberhasilan agar mampu mendorong perubahan melalui regulasi serta satu tarikan nafas pada kerja-kerja organisasi terletak pada caranya bertahan menghadapi masalah kolektif serta inovasi dan kreativitas tumbuh subur menjadi ruang produktif, butuh ketelatenan agar tidak terjebak momentum seremonial.
Sudah bukan waktunya kita menjalankan aktivitas organisasi tanpa disiplin, daya kritis, pandangan maju dan kehendak kuat untuk mendorong banyak perubahan. Kecuali kita masih beranganggapan bahwa kebesaran nilai dan sejarah NU cukup dimanifestasikan dengan kerja-kerja organisasi yang serampangan, berbasis projek, berkepentingan temporal serta mewarisi konflik. Maka bukan hanya dilindas oleh situasi dan keadaan, tapi ditinggalkan oleh bassis utamanya sendiri, atau meskipun secara kwantitas banyak tapi tidak sebanding lurus dengan kualitas. Pilihan sederhana bukan, meneguhkan PC sebagai elan vital organisasi atau membiarkan PC bergerak tanpa orientasi.
*Ketua 1 Bidang Organisasi PP IPNU