Pelajar NU dan Perannya Mengatasi Masalah Perundungan di Lingkungan Pendidikan

0

Kasus perundungan yang melibatkan siswa SMP di Cilacap begitu viral dan menjadi magnet perhatian masyarakat luas. Belum lagi proses hukum pelaku perundungannya selesai, kini kasus serupa dikatakan kembali terulang di sana. Miris sekali saya mengetahuinya. Dua hari lalu, saya menulis perihal ini dan upaya penanganannya dari sisi sosial, keamanan dan perspektif keluarga atau tenaga pendidik. Dalam tulisan ini, saya ingin kembali menulis tentang perundungan dari sisi atau perspektif yang berbeda, yaitu dari sisi atau perspektif pelajar.

Para pelaku atau korban perundungan di Cilacap kita ketahui berasal dari kalangan pelajar. Maka saya pikir penting juga untuk para pelajar memahami dan sadar akan pentingnya upaya pencegahan fenomena perundungan atau bullying di kalangan mereka. Perundungan atau bullying merupakan perilaku yang sangat negatif. Dampaknya buruk sekali bagi korban yang mengalaminya.

Dari sisi kesehatan mental, korban bisa terganggu. Dalam banyak kasus, korban-korban perundungan atau bullying biasanya mengalami trauma. Dan tidak sedikit, karena perundungannya dibarengi dengan kekerasan fisik, korban juga ada yang mengalami luka-luka dan bahkan sampai meninggal dunia. Contohnya seperti yang terjadi di Tasikmalaya tahun lalu dan di Medan pada tahun sekarang.

Di dua kota itu, diberitakan bahwa bocah SD meninggal dunia (diduga) karena dirundung oleh teman sekolahnya. Selain di dua kota itu, sejatinya kasus perundungan serupa masih banyak. Tetapi saya kira contohnya sudah cukup menggambarkan kepada kita semua bahwa perundungan memang berbahaya dan memiliki dampak yang biasanya tidak diinginkan.

Lalu bagaimana cara pelajar menyikapi kasus-kasus perundungan tersebut? Saya menimpulkan ada dua cara penyikapan. Pertama penyikapan yang reflektif (bersifat muhasabah pribadi) dan kedua penyikapan yang solutif (bersifat menyelesaikan masalah). Penyikapan reflektif dan solutif ini saling berhubungan. Penyikapan yang reflektif itu bisa diimplementasikan melalui upaya muhasabah diri.

Bagaimana jika kemudian kita yang berada di posisi korban? Bagaimana rasanya? Enak atau tidak? Jika tidak, tentu kita harus berpikir dua kali sebelum melakukan tindak perundungan kepada teman. Adapun penyikapan yang solutif bisa kita implementasikan dalam bentuk tindakan konkret (jelas, terukur) yang solutif dan menyelesaikan masalah perundungan yang terjadi di sekitar. Misalnya melaporkan kepada guru ketika melihat ada kasus perundungan yang menimpa sesama pelajar, mengajak kepada teman-teman (pelajar) untuk tidak melakukan tindakan serupa dan lain-lain.

Dengan dua cara penyikapan itu, saya pikir bisa meminimalisir terjadinya kasus perundungan di lingkungan pendidikan. Apalagi jika apa yang saya tulis di tulisan “Masalah Perundungan dan Penanganan yang Efektif”, yakni peran orang tua di lingkungan keluarga, polisi di lingkungan keamanan dan guru di lingkungan pendidikan juga maksimal (bersifat mencegah dan menyelesaikan pula). Mungkin kasus perundungan di kalangan pelajar itu bisa semakin berkurang (berhasil ditekan).

Saya berharap para pelajar mampu memahami substansi tulisan ini. Terlebih pelajar di kalangan Nahdatul Ulama, yang tergabung di organisasi IPNU dan IPPNU. Sebagai kalangan pelajar yang dibekali pengetahuan dan wawasan keagamaan plus kebangsaan yang cukup (melalui jenjang-jenjang kaderisasinya), saya pikir layak kiranya pelajar IPNU IPPNU paham dan menjadi sosok yang berperan atau menjadi garda terdepan mengatasi masalah perundungan yang terjadi di lingkungan pendidikan.

Wallahu ‘alam

Ega Adriansyah

  1. Kubangdeleg, 30 September 2023, 20.45 WIB
Share on :

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *