Memaknai Maulid: Menjadi Pelajar yang Berperan untuk Peradaban
Setiap memasuki bulan Rabbiul Awal dalam kalender Hijriyah, umat Islam di beberapa wilayah dunia biasanya rutin menggelar peringatan kelahiran Nabi Muhammad Saw atau Maulid Nabi. Rasulullah memang lahir di bulan itu, tepatnya 12 Rabbiul Awal tahun Gajah atau 571 Masehi. Disebut tahun Gajah karena ketika beliau lahir, kota kelahirannya yaitu Makkah Al-Mukarramah sedang diserang oleh pasukan bergajah yang dipimpin seorang raja bernama Abrahah. Beruntung, dalam keyakinan dan keterangan sejarah dari ulama-ulama Islam, kemudian Allah menghancurkan bala tentara bergajah dan Abrahah itu dengan burung yang dikirim oleh Allah membawa batu-batu yang membara dari api neraka secara berbondong-bondong (Ababil).
Kembali lagi, ada banyak cara dari kalangan umat Islam dalam memperingati Maulid, umumnya di Indonesia ialah umat Islam menggelar pengajian dan doa bersama. Harapan diadakannya peringatan itu tentu adalah keberkahan, syafaat dan rahmat dari Allah. Selain itu, Harapannya juga tidak lain untuk mengingatkan umat Islam (muslim/muslimah) kepada sisi keagungan dan kemuliaan Rasulullah. Dari segi akhlak, prinsip keagamaan, pengetahuan dan keteladanannya yang lain. Dengan begitu, diharapkan setiap muslim/muslimah yang memperingatinya, mudah-mudahan bisa meneladani keteladanan-keteladanan beliau untuk kemudian diterapkan dalam kehidupannya sehari-hari.
Rasulullah, dalam banyak keterangan para ulama dikenal sebagai sosok manusia yang paling sempurna. Bahkan saking sempurnanya, beliau sampai diakui sebagai orang yang paling berpengaruh versi para ahli di luar Islam (non muslim). Sejak kecil, beliau memiliki banyak sekali keteladanan baik. Nabi Muhammad kecil ketika itu sudah dijuluki sebagai al-Amin, karena beliau amat bisa dipercaya oleh siapa pun. Tiada amanah yang tiada bisa beliau genggam dengan baik. Sehingga siapa pun orang di zaman itu, mereka selalu menaruh sisi kepercayaan kepada Nabi Muhammad yang tidak pernah berbohong, selalu jujur dan pandai.
Jika kemudian kita rangkum sisi keteladanannya, ulama-ulama dulu merangkumnya menjadi 4, ialah shiddiq, amanah, fathanah, tabligh. Mengenai shiddiq, amanah dan tabligh, gelar al-Amin tadi mencerminkan semua itu. Sedangkan mengenai fathanah, kepandaian, kita bisa melihat keteladanan ini dari keberhasilan beliau membumikan Islam di seluruh dunia. Meski perihal membumikan Islam tidak bisa dilepaskan dari bantuan langsung dari Allah, tetapi tentu kita harus mengakui juga bahwa sisi kepandaian yang dianugerahkan-Nya itu mempengaruhi kelancaran dan keefektifannya.
Dan ke-empat keteladanan sikap dan budi luhur Nabi Muhammad Saw ini, dalam peringatan Maulid harus bisa kita jadikan sebagai renungan dan bahan motivasi untuk kehidupan pribadi. Oleh kalangan muslim/muslimah yang sudah dewasa atau para pemuda dan termasuk pelajar. Bagi seorang pelajar, 4 keteladanan sikap dari Nabi Muhammad itu harus bisa tercermin dalam kehidupan mereka di dunia pendidikan dan sosial. Bahwa sebagai seorang pelajar, mereka harus berusaha untuk rajin belajar supaya pandai dan cerdas, belajar jujur dan amanah supaya dipercaya orang lain dan menjadi sosok dengan kepribadian yang baik seperti Rasulullah, tidak suka melakukan tindakan yang merugikan orang lain atau sejenisnya (bully, perundungan, dll).
Bukan tanpa alasan, dengan sikap-sikap atau kepribadian yang baik itu, Rasulullah ketika muda berhasil meraih kesuksesan dan kejayaan. Beliau menjadi salah satu pedagang/pebisnis kelas kakap (dengan istrinya Siti Khadijah). Bahkan dalam konteks sosial, beliau berhasil menjadi seorang pemuda yang berani tampil dan melakukan perubahan positif di lingkungan sekitarnya (Jazirah Arab). Sebagaimana kita tahu, para pelajar ini mayoritas adalah pemuda, dan karenanya, para pelajar atau pemuda harus bisa memaknai Maulid Nabi secara mendalam dan mendukung progres kehidupannya di masa depan. Selain juga harus bisa memaknainya supaya kita bisa menjadi sosok yang bijaksana dalam menyikapi setiap persoalan.
Sedikit lebih jauh, jika menilik kembali sejarah kehebatan dari Nabi Muhammad, beliau ini adalah sosok yang amat bijaksana. Menyikapi sebuah sengketa, masalah keberagaman atau masalah-masalah yang berkaitan dengan sosial dan politik. Contoh kebijaksanaannya misal bisa kita lihat dari kecerdikan beliau menyelesaikan sengketa penempatan Hajar Aswad di sekitar Ka’bah, menginisiasi perjanjian Aqabah atau memanajemen konsep pemerintahan Madinah al-munawwarah yang bagus sekali (mengakomodir semua golongan masyarakat). Para pelajar, pemuda atau kalangan akademisi pun harus meneladani dan memaknai Maulid sampai ke arah sini.
Sebagaimana kita tahu, akhir-akhir ini kejadian atau isu seperti perubahan iklim, keadaan geopolitik global dan nasional, perekonomian dan sampai kepada kejadian di lingkup sosial seperti kerusuhan di Rempang, korupsi di lingkungan pemerintahan, hoaks (berita bohong), intoleransi antar umat beragama dan lainnya sedang ramai diperbincangkan oleh masyarakat global dan lokal Indonesia, terutama di media sosial. Dalam hal ini, penulis kira kita pun perlu meneladani sikap kebijaksanaan Rasulullah untuk menyikapi berbagai macam kejadian atau isunya, yang kadang membuat risau, marah, terjadinya polarisasi dan lain-lain.
Kebijaksanaan Rasulullah harus bisa diimplementasikan oleh para pelajar, pemuda atau kalangan akademisi untuk menjadikannya sebagai sosok penengah, pendingin suasana (ketika keadaan politik misal memanas) dan sosok yang solutif. Sehingga kemudian berbagai macam kejadian atau masalah yang kompleks itu sedikit banyak bisa tersikapi dengan baik, tidak memicu perpecahan dan efek negatif terhadap lingkungan atau masyarakat, dan serupanya. Dan inilah yang kemudian penulis sebut bahwa dengan memaknai Maulid, para pelajar, pemuda atau kalangan akademisi itu bisa menjadi sosok yang berperan untuk peradaban (seperti Rasulullah). (Ega)
Wallahu ‘alam